Setelah orang tuanya meninggal dunia, Muhammad Izhak (22) terpaksa berhenti kuliah dari jurusan Teknik Kimia di Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia memilih pulang kampung ke Polewali Mandar, Sulawesi Barat untuk mengurus 9 adiknya yang masih kecil.
Izhak merupakan anak sulung dari 10 bersaudara asal Dusun Tojangang, Kecamatan Matakali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Ia memutuskan berhenti kuliah dan mengubur cita-citanya menjadi sarjana kimia pada Maret 2017, atau sejak ibunya jatuh sakit. Setelah beberapa bulan, sang ibu meninggal dunia dan disusul sang ayah yang meninggal karena penyakit tuberkulosis, pada November 2017.
Sebagai anak sulung, Izhak merasa bertanggung jawab menghidupi keluarganya.
"Karena Bapak dan Ibu sudah tiada, saya putuskan untuk berhenti kuliah dan pulang kampung mengurus adik-adik saya. Saya berharap, meski saya tidak kuliah lagi, kelak adik-adik saya bisa melanjutkan sekolahnya," kata Izhak, saat ditemui wartawan, Jumat (16/12/2017).
Berbagi tugas
Izhak yang menerima beasiswa Bidikmisi ini berbagi pekerjaan rumah dengan adik-adiknya. Mulai dari mencuci pakaian, memasak, mencuci piring, hingga mengolah nira enau menjadi gula aren. Dua adik perempuannya, Fadilah dan Mutmainnah bertugas mencuci piring, pakaian, termasuk membersihkan rumah dan perkarangannya.
Empat adik lainnya, Ismail, Nur Aliah, Abdul Halim, dan Chaerul Aqfan membantu sang kakak mencetak gula aren atau membersihkan tempurung kelapa sebelum digunakan mencetak gula aren.
Sedangkan Aslan, bertugas menyadap air nira dari pohon enau di kebun milik Nenek mereka. Izhak memenuhi kebutuhannya dan adik-adiknya dengan menjual gula aren. Air nira diolah menjadi gula aren, dicetak dengan tempurung kelapa, dan dibungkus menggunakan plastik. Setelah itu, Izhak menjual gula aren ke pedagang perantara yang datang ke rumahnya.
Dalam sebulan ia bisa memperoleh sekitar Rp 200.000.
Meski pendapatan tak sebanding dengan kebutuhan, Izhak masih mampu membiayai kuliah adik perempuan keduanya, Hasnawati. Kini, Hasnawati masih menimba ilmu di salah satu perguruan tinggi di Pare-pare, Sulawesi Selatan.
Berperan sebagai bapak dan ibu
Selain menjadi kakak, Izhak kini juga berperan sebagai ayah dan ibu untuk 9 adiknya. Si bungsu, Chaerul yang masih berusia 1,7 tahun kerap menangis mencari orang tuanya. Namun, Izhak dapat menenangkan Chaerul dengan memeluk atau menggendongnya.
Izhak juga sering bekerja di kebun peninggalan almarhum ayahnya, ketika sedang tidak menggendong Chaerul.
Ia berharap mendapat pekerjaan tambahan untuk menghidupi keluarganya, termasuk kebutuhan biaya pendidikan adik-adiknya kelak.
Selain itu, ia juga masih ingin melanjutkan kuliahnya, meski tidak di ITB lagi. Izhak berjanji akan kuliah lagi, setelah Chaerul sudah bisa ditinggal dirinya.
"Adik saya ini suka rewel dan tidak semua orang bisa akrab dengannya. Kalau saya harus kuliah, itu artinya saya harus meninggalkan adik saya lagi," katanya.